Terkadang saya menanyakan di mana pelabuhan pertemuan kita. Supaya minimal saya dapat memetakan dimana dan kapan kita dapat bertemu. Bukan tengah jemu dengan penantian yang saya buat, tetapi sekedar hanya mengingati jika saya di sini. Menantimu. Genap menahun dan masih. Kemungkinan detik ini kamu tengah repot merealisasikan mimpi yang dahulu tidak pernah jemu kamu katakan. Aku juga sadar, omongan ini cuman sayup angin dingin yang membuat kamu menggigil. Benar-benar mengganggumu. Tetapi, jika bisa pinjam menitmu sesaat, diamkan saya bercerita hati ini…

Jatuh hati kepadamu terkadang kumaknai satu sumpah. Kamu dengan muka sinismu yang menjengkelkan, tidak pernah kusangka pada akhirnya sanggup membuat tawaku pecah. Saya tidak mengetahui kapan tentunya kamu dan saya dapat sama-sama share cerita, dekat seolah tidak ada jarak. Sampai saya khatam semua rutinitas dan kekuranganmu. Tetapi tahukah kamu, malah itu yang membuat namamu masih bertahta di hati ini. Sebab saya menyukaimu sesudah

Saya tahu ia yang berada di hatimu. Ia yang semakin lebih prima dibandingkan diriku. Kemungkinan kamu tidak pernah tahu, di tengah-tengah jarak kening dan sajadah, terus kuselipkan berharap pada-Nya supaya kita pada akhirnya ditakdirkan bersama. Tiada dengan maksud mengganggu kebahagiaanmu dengannya. Saya benar-benar sanggup membuat kamu ketawa dan waspada dengar keluh kesahmu, tetapi apakah arti itu bila selanjutnya ia yang malah membulatkan berbahagiamu?

error: Content is protected !!